Lampung Selatan, Mediapromoter.id – Diduga SMAN 1 Candipuro Kabupaten Lampung Selatan melakukan Pungli (Pungutan Liar) Biaya Pembangunan Ruang Sekolah.
Dari informasi yang Berhasil dihimpun Mediapromoter.id Diduga Sekolah tersebut memungut untuk kelas 10 Sebesar Rp 750.000 Ribu Persiswa yang di Ketahui Total Murid SMAN 1 Candipuro Kurang Lebih ada 216 Siswa untuk Kelas 10.
Tak Hanya Terkait Adanya Dugaan Pungutan Liar yang di lakukan oleh Pihak Sekolah, Melainkan Diduga Ketua Komite SMAN 1 Candipuro Adalah Sosok Seseorang dari Wakil Rakyat (Dewan Pimpinan Rakyat Dewan) DPRD Kabupaten Lampung Selatan, yang mana saat ini menjabat Sebagai Ketua Komisi II Dari Faksi Partai Amanat Nasional (PAN).
Dalam Menindaklanjuti hal tersebut Mediapromoter.id Mencoba menghubungi Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Lampung (Unila) Dedy Hermawan mengatakan, Kebijakan pembangunan ruang kelas sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah dengan anggaran pemerintah sebagai sumbernya, baik APBN/APBD. Oleh karena itu pungutan-pungutan dr wali murid sebaiknya ditiadakan.
“Pungutan itu bisa berstatus liar apabila tidak ada dasar hukumnya. Apalagi ditengah situasi ekonomi warga yang belum pulih, pungutan seperti itu akan memberatkan. Lebih jauh, apabila dibiarkan akan berpotensi menjadi permasalahan hukum, berupa tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme, ” ungkapnya melalui pesan Singkat WhatsApp, Selasa (11/10).
Lanjutnya, Ya dibuatkan payung hukumnya, agar ada legalitasnya. Dan, dalam membuat payung hukum dikaji secara lengkap, sehingga landasan hukumnya kuat.
Disinggung terkait Diduga Ketua Komisi II Merangkap Sebagai Ketua Komite Dedy Hermawan menjelaskan, Untuk ketua dewan yang merangkap dicek kembali secara etis dan hukum, apabila tidak ada yg dilanggar, maka sah saja.
Disisi lain Praktisi Hukum, Indra Jaya SH CIL ketika berbincang-bincang dengan Mediapromoter.id Menyampaikan, diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam pasal 41 ayat (5) dan pasal 42 ayat (5) diatur mengenai hak dan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
“Peran serta masyarakat diwujudkan dalam bentuk antara lain, mencari, memperoleh, memberikan data, atau informasi terkait tindak pidana korupsi, ” katanya. Rabu (12/10)
Lanjutnya, Masyarakat juga memiliki hak untuk menyampaikan saran dan pendapat serta melaporkan dugaan tindak pidana korupsi. Peran serta masyarakat ini paling tidak harus memenuhi tiga esensi yaitu, perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat, kebebasan yang bertanggungjawab bagi masyarakat untuk menggunakan haknya, dan penciptaan ruang yang leluasa bagi masyarakat untuk berperan serta.
Indra Jaya SH CIL Sekretaris Daerah DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Provinsi Lampung ini juga membuka perbincangan dengan mengutip dari pendapat salah satu jendral yang sangat terkenal.
Napoleon Bonaparte mengatakan “The world suffers a lot. Not because of the violence of bad people but because the silence of good people”. Yang artinya, dunia sudah banyak menderita. Bukan karena tindakan dari orang-orang jahat, melainkan karena orang-orang baik yang hanya diam,” sebut praktisi dari kantor Hukum IRH dan Partners ini.
Indra menyebut, dalam konteks adanya pihak pihak yang belum tersentuh hukum tinggal bagaimana aparat penegak hukum mau atau tidak menindaklanjutinya.
“Saya kira bukti permulaan sudah cukup, tinggal diteruskan saja untuk menjerat orang-orang yang terlibat. Mau atau tidak, kembali ke APH nya,” kata Indra.
Sekretaris Daerah DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Provinsi Lampung ini menambahkan, mengenai korupsi, patut disadari bahwa penanganannya bukan hanya merupakan tanggung jawab aparat penegak hukum saja, tetapi juga memerlukan peran serta masyarakat.
“Peran serta masyarakat yang baik sangat penting. Dengan adanya partisipasi masyarakat, maka akan membantu APH dalam menjalankan tugasnya untuk memberantas tindak pidana korupsi hingga ke akar akarnya sehingga pihak pihak yang terlibat dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya,” papar Indra.
Indra Juga Menjelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 75 tahun 2016, tentang Komite Sekolah, ada hal baru yang perlu dimengerti oleh sekolah dan komitenya. Salah satunya peraturan yang diundangkan sejak Desember 2016 itu mengatur komite sekolah dan siapa saja yang menjadi anggotanya.
“Dalam aturan yang baru pejabat maupun guru tidak diperkenankan menjadi pengurus komite,” Pungkasnya.
Berdasarkan Permendikbud yang baru itu, anggota komite sekolah tidak boleh berasal dari guru di sekolah setempat yang sebelumnya dibolehkan. Bahkan anggota DPRD atau pejabat pemangku kepentingan, misalnya kades, camat atau lainnya juga dilarang. (Red/Lis)